Sebelumnya saya minta maaf kepada seluruh pembaca Pontianak Post, khususnya kepada insan Credit Union dan para Aktivis gerakan pemberdayaan masyarakat adat di Kalbar atas dimuatnya tulisan dari PERSPEKTIF di Pontianak Post pada Minggu 21 Oktober 2007 yang memojokkan saya dan membalikkan fakta.
Harus saya katakan bahwa saya tidak menulis untuk tulisan tersebut tetapi diwawancarai oleh wartawan Perspektif Baru, Faisol Riza dari sebuah lembaga yang bernama Yayasan Perspektif Baru milik Wimar Witoelar. Saya diminta sebagai narasumber dalam wawancara tentang CU. Karena yang akan diwawancarai hanya sederhana saja menurut mereka sehingga pengajuan saya kepada mereka untuk mewawancarai salah satu pengurus CU PK ditolak dengan alasan tidak ada waktu lagi (sempit). Karena ia mengatakan bahwa akan wawancara yang umum-umum saja, maka saya pun akhirnya bersedia dan saya jawab semampu saya, sesuai prosedur sebagai anggota dan juga sebagai aktivis bahkan sebagai Wartawan Kalimantan Review yang telah banyak mengeluarkan tulisan tentang CU. Namun ada beberapa hal yang harus saya klarifikasi kepada anda semua mengenai tulisan tersebut yaitu:
1. Saya adalah wartawan Majalah Kalimantan Review, sebuah media pemberdayaan masyarakat adat di Kalbar. Saya juga banyak menulis tentang CU di majalah tersebut namun sampai saat ini saya belum “gila” untuk mengakui diri saya selevel dengan Muhamad Yunus. Saya tidak pernah sedikit pun berniat mengakui dan menyamakan diri saya selevel dengan Muhamad Yunus dari Bangladesh itu. Tulisan itu adalah buah pikiran yang tidak bertanggung jawab dari si pewawancara dan penulisnya. Hal itu dibuktikan dengan ketidaktahuannya tentang CU dan tidak adanya data pendukung berupa referensi tentang CU yang mereka miliki serta lemahnya analisis si pewawancara dan penulis terhadap data yang disajikan.
2. Pada bagian prolog paragraph pertama, ada sebuah kalimat yang berbunyi “seorang muda yang mencoba mengembangkan gagasan CU.” Bahasa tersebut juga seharusnya tidak demikian karena saya sudah katakan kepada si pewawancara bahwa saya/kami tidak mengembangkan CU, tetapi membantu proses penyebaran informasi tentang CU melalui media Kalimantan Review.
3. Ada sebuah angel atau pembuka / prolog pada awal sebelum memulai wawancara yang jelas-jelas keliru yakni menyamakan saya dengan seorang bernama Muhamad Yunus dari Bangladesh, padahal sudah saya sebutkan bahwa pelopor CU di Kalbar adalah Gerakan Pancur Kasih dan AR Mecer sebagai motornya. Namun bagian ini tidak ditampilkan oleh Pontianak Post entah karena apa, namun hal tersebut justru ada dalam websitenya perspektif baru di www.perspektifbaru.com pada bagian belakang wawancara. Silahkan dilihat.
4. Saya kecewa karena wartawan dari Yayasan Perpektif Baru sangat miskin referensi dan informasi mengenai CU sehingga menafsirkan CU menurut alam pikirannya sendiri bahkan CU seakan-akan suatu yang aneh. Sungguh bukan seorang wartawan yang professional jika tidak melengkapi diri dengan referensi dan menguasai hal yang akan ditanyakan.
5. Dalam wawancara tersebut, sudah jelas saya katakan bahwa pelopor CU di Kalbar adalah AR Mecer dan Gerakan Pancur Kasih. Tetapi masih juga tidak dituliskan dan dianalisa serta disimak petikan saya tersebut. Bahkan di Pontianak Post sama sekali tidak tertulis hal itu. Saya jadi heran mengapa begitu.
6. Saya merasa dilecehkan oleh wawancara perspektif dengan tidak dimuatkannya hasil wawancara secara utuh oleh Pontianak Post.
7. Saya meminta Perspektif dan Pontianak Post bertanggung jawab terhadap pemuatan wawancara perspektif tersebut dan segera mengklarifikasinya kepada publik.
Harus saya katakan bahwa saya tidak menulis untuk tulisan tersebut tetapi diwawancarai oleh wartawan Perspektif Baru, Faisol Riza dari sebuah lembaga yang bernama Yayasan Perspektif Baru milik Wimar Witoelar. Saya diminta sebagai narasumber dalam wawancara tentang CU. Karena yang akan diwawancarai hanya sederhana saja menurut mereka sehingga pengajuan saya kepada mereka untuk mewawancarai salah satu pengurus CU PK ditolak dengan alasan tidak ada waktu lagi (sempit). Karena ia mengatakan bahwa akan wawancara yang umum-umum saja, maka saya pun akhirnya bersedia dan saya jawab semampu saya, sesuai prosedur sebagai anggota dan juga sebagai aktivis bahkan sebagai Wartawan Kalimantan Review yang telah banyak mengeluarkan tulisan tentang CU. Namun ada beberapa hal yang harus saya klarifikasi kepada anda semua mengenai tulisan tersebut yaitu:
1. Saya adalah wartawan Majalah Kalimantan Review, sebuah media pemberdayaan masyarakat adat di Kalbar. Saya juga banyak menulis tentang CU di majalah tersebut namun sampai saat ini saya belum “gila” untuk mengakui diri saya selevel dengan Muhamad Yunus. Saya tidak pernah sedikit pun berniat mengakui dan menyamakan diri saya selevel dengan Muhamad Yunus dari Bangladesh itu. Tulisan itu adalah buah pikiran yang tidak bertanggung jawab dari si pewawancara dan penulisnya. Hal itu dibuktikan dengan ketidaktahuannya tentang CU dan tidak adanya data pendukung berupa referensi tentang CU yang mereka miliki serta lemahnya analisis si pewawancara dan penulis terhadap data yang disajikan.
2. Pada bagian prolog paragraph pertama, ada sebuah kalimat yang berbunyi “seorang muda yang mencoba mengembangkan gagasan CU.” Bahasa tersebut juga seharusnya tidak demikian karena saya sudah katakan kepada si pewawancara bahwa saya/kami tidak mengembangkan CU, tetapi membantu proses penyebaran informasi tentang CU melalui media Kalimantan Review.
3. Ada sebuah angel atau pembuka / prolog pada awal sebelum memulai wawancara yang jelas-jelas keliru yakni menyamakan saya dengan seorang bernama Muhamad Yunus dari Bangladesh, padahal sudah saya sebutkan bahwa pelopor CU di Kalbar adalah Gerakan Pancur Kasih dan AR Mecer sebagai motornya. Namun bagian ini tidak ditampilkan oleh Pontianak Post entah karena apa, namun hal tersebut justru ada dalam websitenya perspektif baru di www.perspektifbaru.com pada bagian belakang wawancara. Silahkan dilihat.
4. Saya kecewa karena wartawan dari Yayasan Perpektif Baru sangat miskin referensi dan informasi mengenai CU sehingga menafsirkan CU menurut alam pikirannya sendiri bahkan CU seakan-akan suatu yang aneh. Sungguh bukan seorang wartawan yang professional jika tidak melengkapi diri dengan referensi dan menguasai hal yang akan ditanyakan.
5. Dalam wawancara tersebut, sudah jelas saya katakan bahwa pelopor CU di Kalbar adalah AR Mecer dan Gerakan Pancur Kasih. Tetapi masih juga tidak dituliskan dan dianalisa serta disimak petikan saya tersebut. Bahkan di Pontianak Post sama sekali tidak tertulis hal itu. Saya jadi heran mengapa begitu.
6. Saya merasa dilecehkan oleh wawancara perspektif dengan tidak dimuatkannya hasil wawancara secara utuh oleh Pontianak Post.
7. Saya meminta Perspektif dan Pontianak Post bertanggung jawab terhadap pemuatan wawancara perspektif tersebut dan segera mengklarifikasinya kepada publik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar